Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Kemandirian Fiskal menjadi tolak ukur Keberhasilan Daerah Otonomi Baru

Senin, Februari 28, 2022 | 19:44 WIB Last Updated 2022-02-28T12:50:27Z


Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) sebenarnya ada baiknya, yakni untuk mempercepat pembangunan, mempermudah pelayanan publik, serta memotong birokrasi. 


Tuntutan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di beberapa daerah seharusnya dengan alasan yang realistis dan strategis, bukan hanya dengan alasan kepentingan politik beberapa elite belaka, hanya demi untuk menjadi Kepala Daerah di tempat yang baru atau agar mudah menjadi Anggota Dewan atau diangkat ASN atau hanya sekedar untuk mengambil dana kajian yang telah dianggarkan. 


Sebanyak 88 usulan daerah otonom baru yang pernah dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014, pembentukannya tetap harus mengikuti aturan terbaru, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 


Mengacu pada UU No 23/2014, untuk menjadi daerah otonom baru (DOB), sebuah daerah harus menjadi daerah persiapan selama tiga tahun. Pada akhir masa da­erah persiapan, akan ada evaluasi lagi oleh pemerintah bersama DPR Jika layak, daerah bisa menjadi DOB, tetapi jika sebalik­nya, daerah persiapan dikembaikan ke daerah induk.


Terkait dengan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) ada sejumlah hal penting yang perlu mendapat perhatian. 


Beberapa diantaranya ialah kondisi geografis, luas daerah, daerah pantai, daerah pertanian, pendapatan perkapita penduduk, kondisi demografi, lalu jumlah penduduk, penyebaran penduduk terlalu padat, proses pembangunan masyarakat, mempercepat pelayanan birokrasi, serta kondisi sosial budaya masyarakat. 


Dengan semua kondisi yang ada, aspirasi pembentukan daerah otonomi baru di suatu daerah dapat dipertimbangkan untuk menjadi prioritas pembahasan pada satu hingga dua tahun ke depan. 


Namun di sisi lain, terkadang ada daerah yang latah untuk membuat DOB. Padahal, pembentukan DOB ini akan memerlukan biaya yang sangat tinggi sehingga Pemda harus memperhitungkan kemandirian fiscal untuk membentuk pemerintahan baru, membentuk infrastruktur, serta melakukan perekrutan sumber daya manusia. 


Atas segala persoalan itu, Menteri Dalam Negeri merasa perlu memikirkan desain besar otonomi daerah dan perlu dievalusi dengan menyusun Desain Besar Penataan Daerah (Desartada). 


Herman N Suparman, Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), menjelaskan bahwa sebelum memutuskan pemekaran daerah, pemerintah harus  mengevaluasi terlebih dahulu seluruh daerah otonom. 


Sebab, daerah yang telah dimekarkan harus bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat, meningkatkan daya saing, serta membangun sistem pemerintahan yang baik, membentuk kemandirian fiscal, bukan menimbulkan beban baru terutama beban fiskal untuk pusat dan Pusat harus berani menggabungkan daerah-daerah yang dinilai gagal. 


Menurut Budi Usman direktur eksekutif Komunike Tangerang Utara yang juga  penggiat dan praktisi pelayanan publik mengatakan bahwa Persyaratan pembentukan daerah otonomi baru harus  diperketat melalui peraturan pemerintah, antara lain syarat penduduk, luas wilayah, kemampuan mengelola keuangan, dan terpenting potensi ekonomi. 


"Yang penting pemekaran melalui mekanisme daerah persiapan. Kalau tiga tahun tidak berhasil, harus turunkan kembali statusnya. 


 Juga dikatakan Budi Usman , bahwa refleksi dari terbentuknya Kota  Tangsel dan Kota Serang di provinsi Banten, bahwa pemerintah harus mengevaluasi seluruh daerah otonom karena belum bisa memberikan ke-sejahteraan bagi rakyat dan meningkatkan daya saing serta pemerintahan yang baik.


"Sejauh ini belum terbukti, pemekaran belum menjadi alternatif perbaikan layanan publik,"kata Budus.


Pemerintah  jangan terpenjara kepentingan politik sejumlah elite, baik di pusat maupun daerah. Sebab, jika dilihat fenomena pemekaran, sebenarnya bukan murni aspirasi masyarakat, melainkan karena kepentingan elite politik daerah ataupun elite pusat. 


Dalam situasi normal pemekaran bukan jalan menuju kesejahteraan, apalagi di dalam situasi pandemi di mana kita harus berhemat, pemekaran butuh anggaran, dan butuh kekuatan dana yang besar dan pemerintah pusat harus tegas untuk menggabungkan lagi daerah-daerah otonom ke induknya. 


Bukan Daerah Otonomi Baru namanya jika segala sesuatunya masih terus menerus mengandalkan dari Pemerintah Pusat.  Suatu daerah dinyatakan gagal jika daerah tersebut tidak memiliki kemandirian serta bermasalah dari sisi pelayanan public. 


Keberhasilan otonom adalah terletak pada kemandirian fiscal, apabila kemandirian fiscal rendah bagaimana suatu daerah bisa menjadi daerah otomi baru ? Belum lagi masalah lain, seperti malaadministrasi, akuntabilitas, korupsi, dan sistem anggaran. 


Apalagi, pada 2021 dan setelahnya anggaran akan fokus untuk menangani Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Belum lagi kondisi APBN sepanjang kuartal I-2021 mengalami defisit sebesar Rp 144,2 triliun. Bagaimana bisa membuka moratorium pemekaran daerah dengan mudah ?  


Penulis: 

Chania Rahayu Santoso

Pemerhati Daerah Otonomi Baru 

tinggal di Kemiri Kabupaten Tangerang

×
Berita Terbaru Update